Rabu, 25 Oktober 2017

Indikator Kinerja Mandiri


Indikator kinerja mandiri merupakan indikator yang dikembangkan oleh organisasi secara mandiri berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelayanan sesuai  dengan tugas  dan  fungsi organisasi.  Istilah tersebut dapat ditemui dalam Pemendagri  Nomor  54  Tahun  2010,  dan  dibahas  dalam  konteks  penyusunan indikator kinerja pada tingkatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).   Indikator kinerja mandiri disusun apabila tidak tersedia  indikator kinerja yang dapat menggambarkan pelayanan organisasi, selain indikator terkait SPM (Standar Pelayanan Minimal), indikator kinerja terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (mengacu kepada IKK yang ditetapkan oleh Kemendagri) atau indikator lain yang  telah  diratifikasi  oleh  Pemerintah sesuai dengan  tugas  dan  fungsi organisasi,  seperti indikator-indikator terkait  SDG’s (Sustainable Development Goals).
Permendagri  Nomor  54 tahun 2010,  tidak membahas  indikator kinerja mandiri dalam konteks   indikator kinerja pada tingkatan  daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD),  meskipun demikian jika  ingin menerapkan adanya konsep cascading  (indikator  menurun secara berjenjang dari level yang lebih tinggi ke level dibawahnya), maka seyogyanya pada level daerah dapat juga disusun indikator kinerja mandiri.   Disamping  itu, kebutuhan akan adanya indikator kinerja mandiri merupakan realita atas  keberagaman tingkatan dan  kebutuhan pembangunan pada masing-masing daerah.  Keberagaman tersebut terimplementasi dari pernyataan-pernyataan  Tujuan / Sasaran dalam dokumen perencanaan daerah (seperti RPJMD) yang  bersifat  relatif  dan  sulit dikuantifikasi dengan indikator yang ada (diukur secara akurat).  Misalnya  pernyataan Sasaran :   “Meningkatnya  kompetensi ASN”;  “Meningkatnya transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah”;  “Meningkatnya kualitas pelayanan publik”,   dll.
Secara sederhana,  penyusunan  indikator kinerja mandiri (termasuk target dan metode pengukurannya)  diutamakan untuk memberikan gambaran atas pelayanan utama.  Dengan demikian   indikator kinerja mandiri tersebut  akan difungsikan sebagai :  (1)   indikator kinerja utama (IKU) pada tingkatan daerah; (2) indikator IKU OPD yang akan menjadi yang pendorong tercapainya IKU daerah.   Apabila indikator kinerja mandiri yang disusun akan menjadi   IKU pada tingkatan daerah, maka perlu diperhatikan karakteristik indikator tersebut, seperti  indikator  komposit (campuran),   bersifat  outcome (hasil),  dll.   Selanjutnya jika indikator kinerja mandiri tersebut akan menjadi IKU pada tingkatan OPD, dan akan menjadi IKU   pendorong  IKU daerah,  maka perlu diperhatikan  keterkaitan dan keselarasan dengan IKU daerahnya.
Ilustrasi  dari  indikator kinerja mandiri yang akan dijadikan IKU daerah.   Misalkan  dalam RPJMD  suatu  terdapat Tujuan :  “Terwujudnya  kompetensi ASN sesuai ketentuan,  dengan  target  sebesar  95% (asumsi pada kondisi  perencanaan hanya  60% ASN yang memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya)”.   Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan salah satu Sasaran “Meningkatnya kompetensi ASN sesuai dengan jabatan masing-masing,  dengan target peningkatan 5 % per tahun”.   Kemudian,   Strateginya :  “Mengirim / mendiklatkan  ASN untuk  mengikuti  diklat  teknis  sesuai  standar  jabatan”.  Selanjutnya dipilih 3 (tiga) dengan arah kebijakan yaitu arah kebijakan (1) : “Meningkatkan kompetensi jabatan struktural melalui diklat  kepemimpinan”;   arah kebijakan (2) : “Meningkatkan kompetensi jabatan fungsional tertentu (guru dan tenaga kesehatan)”;  arah kebijakan (3) : “Meningkatkan kompetensi jabatan fungsional lainnya”.  Jadi untuk level Daerah dapat disusun indikator kinerja mandiri berupa  Persentase  Peningkatan Kompetensi Standar ASN Pemangku Jabatan Struktural, Fungsional  Tertentu dan Fungsional Lainnya.  Selanjutnya untuk metode perhitungannya, dapat disusun  formula matematisnya. 
Disamping itu berbagai  variasi indikator kinerja mandiri yang dapat disusun,  sesuai dengan  pernyataan –pernyataan  Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan daerah maupun OPD.   Apabila  suatu daerah memiliki   kebijakan bahwa setiap ASN yang diserahi tugas tertentu perlu memiliki  kompetensi tambahan (misalnya :  Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK)-OPD harus mengikuti Diklat/Kursus Keuangan Daerah), maka indikator kinerja mandiri yang disusun menyesuaikan  dengan kebijakan tersebut.  Jika kita menggunakan ilustrasi di atas, maka indikator kinerja mandiri akan berubah menjadi : “Persentase Peningkatan Kompetensi ASN Pemangku Jabatan Struktural, Fungsional Tertentu, Fungsinal Lainnya dan Pemangku Jabatan Pelaksana lainnya”.  Begitu juga, apabila pernyataan  tujuan memuat substansi “Peningkatan kapasitas ASN”, maka indikator kinerja mandiri yang disusun seyogyanya ditambahkan unsur  jenjang pendidikan (biasa dipakai rata-rata  lama sekolah ASN) secara tertimbang/proporsional.
Ilustrasi dari indikator kinerja mandiri yang akan menjadi IKU OPD  yang  menjadi  pendorong IKU daerah.  Misalkan  dalam RPJMD  suatu  terdapat  Tujuan :  “Terwujudnya  transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai ketentuan,  dengan  target  terlayaninya  seluruh permintaan  informasi publik  sebesar  100% (asumsi kondisi saat perencanaan masih 50 %)“.   Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan  salah satu Sasaran “Meningkatkan  transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah,  dengan target peningkatan 10 % per tahun”.   Kemudian,   Strateginya :  “Meningkatkan pengelolaan  informasi publik”.   Selanjutnya dipilih 3 (tiga) Arah Kebijakan  : (1) “Meningkatkan  pengungkapan informasi publik (disclosure)”;   arah  kebijakan (2) : “Meningkatkan ketepatan media (media effectiveness)”;  arah kebijakan (3) : “Meningkatkan kebenaran informasi (truth) ”.   
Sesuai dengan sasaran tersebut,  maka  daerah  dapat  menggunakan   Indeks  Transparansi  Publik  sebagai IKU pada tingkatan daerah.    Selaras  dengan arah kebijakan nomor (1),  maka  OPD  terkait dapat  menetapkan indikator kinerja mandiri,  seperti  “Persentase Peningkatan Pengungkapan Informasi  Publik”, yang selanjutnya dijadikan IKU OPD yang menjadi pendorong IKU daerah yaitu Indeks Transparansi Publik.    Agar  persentase pengungkapan informasi publik tersebut dapat diukur,  maka  PPID secara bersama-sama OPD (selaku  Badan Publik)  terlebih  dahulu  mengidentifikasi seluruh  jenis-jenis  informasi yang termasuk informasi publik yang dikelola oleh masing-masing OPD,  kemudian dikonsolidasi menjadi informasi publik daerah,  sehingga  dapat diukur persentase pengungkapannya.
Keberadaan indikator kinerja mandiri yang akurat sangat penting dalam mengisi kekosongan indikator kinerja untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi secara administratif, karena secara umum indikator kinerja merupakan bagian dari proses administrasi yang dapat menggambarkan bagaimana suatu organisasi  memahami dan menjawab kebutuhan masyarakat dengan memberikan layanan   publik  secarakurat, dalam lingkup kewenangan yang  dimiliki  organisasi tersebut.