Daya saing daerah merupakan gambaran kemampuan ekonomi, sumberdaya manusia, infrastruktur dan iklim investasi di daerah. Dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah (Permendagri 86 Tahun 2017), daya saing menjadi salah satu aspek yang menjadi perhatian dengan memuat sekitar 10 (sepuluh) indikator daya saing daerah, seperti Rasio Ekspor-Impor terhadap PDRB, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, Nilai Tukar Petani (NTP) dan lain-lain.
Rasio Net Ekspor-Impor terhadap PDRB merupakan indikator yang telah “disesuaikan”, karena ketika perencanaan pembangunan daerah mempedomani Permendagri No.54 Tahun 2010, indikator yang dipakai adalah Nilai Ekspor Bersih (Ekspor dikurangi Impor). Indikator tersebut termasuk dalam aspek kesejahteraan rakyat, dengan fokus urusan pilihan (perdagangan). Sedangkan dalam Permendagri Nomor 86 tahun 2017, Rasio Net Eksport-Impor terhadap PDRB termasuk indikator dalam aspek Daya Saing Daerah, karena Net Ekspor-Impor juga mencerminkan bagaimana sistem produksi barang dan jasa oleh masyarakat serta pola konsumsi masyarakat. Dari sistem produksi, ekspor menggambarkan antara lain efisiensi, harga dan sistem tataniaga. Sedangkan impor ke dalam daerah, menggambarkan antara lain pola konsumsi / kebutuhan atas barang dan jasa (termasuk barang modal untuk investasi).
Penerapan konsep ekspor pada suatu daerah sebagai upaya memberikan gambaran berbagai produk barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah ekonomi Kabupaten / Kota, tetapi dikonsumsi oleh pihak di wilayah administratif lain (Kabupaten lain di dalam satu provinsi, provinsi lain, maupun luar negeri) baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangan penerapan konsep transaksi impor adalah upaya untuk menjelaskan ada tambahan penyediaan produk (barang dan jasa) di wilayah ekonomi suatu Kabupaten / Kota, dimana produk tersebut berasal dari luar wilayah ekonomi Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Perkembangan yang terjadi pada transaksi impor barang dan jasa dapat menunjukkan seberapa besar ketergantungan Kabupaten / Kota terhadap produk wilayah lain, baik wilayah Kabupaten / Kota lain dalam satu provinsi, dengan provinsi lain, maupun luar negeri.
Dahulu ketika penyusunan rencana masih mempedomani Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, banyak perencana yang mengabaikan indikator Nilai Ekspor Bersih (Net Ekspor-Impor), karena termasuk urusan pilihan serta sulit diestimasi / diukur. Namun sekarang, penggunaan indikator Rasio Net Ekspor-Impor terhadap PDRB dalam dokumen perencanaan daerah sangat dimungkinkan, karena beberapa tahun belakangan BPS Kabupaten / Kota sudah mempublikasikan data PDRB Menurut Pengeluaran, yang memuat data ekspor dan impor masing-masing Kabupaten / Kota dan data yang tersedia merupakan series data sejak tahun 2012-2016 (lima tahun).
Dalam menggali informasi dari indikator rasio net Ekspor-Impor terhadap PDRB sebagai salah satu indikator Daya Saing Daerah, harus dianalisis secara komprehensif dengan Indikator Daya Saing lainnya seperti Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga, NTP, Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral, Persentase Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Perkapita, dll. Hasil analisis ini yang akan menjadi salah satu pedoman dalam menyusun kebijakan antara lain terkait penetapan produk unggulan daerah, pengembangan produk potensial (pengganti produk dari daerah lain), perbaikan sistem produksi, model kerjasama antar daerah, promosi, pengembangan pasar di luar wilayah dan lain-lainnya.
Kita cukup bangga, sudah ada daerah di Sumatera Barat yang mengangkat tema “Daya Saing Daerah” dalam Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) Daerah. Dengan demikian, diharapkan program / kegiatan pembangunan ekonomi di daerah tersebut akan diwarnai oleh adanya produk unggulan, perbaikan teknologi produksi, perluasan pasar (termasuk kerjasama antar daerah), penguatan modal, dan lain-lain. Pada akhirnya, keterbukaan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi regional. Bukan sebaliknya keterbukaan ekonomi tidak dapat “dinikmati” oleh masyarakat karena kalah bersaing (ekspor kecil dari impor) dan secara daerah maka nilai pertumbuhan ekonomi akan “tereduksi”. Sepuluh Kabupaten / Kota di Sumbar yang memiliki Rasio Net Ekspor-Impor terhadap PRDB Tahun 2016 yang tertinggi Tabel 1.
No
|
Kabupaten / Kota
|
Net Ekspor-Impor (Juta)
|
PDRB
(Juta)
|
Persentase Terhadap PDRB
|
1
|
Kab. Padang Pariaman
|
2,424,394
|
17,521,183
|
13.8%
|
2
|
Kab. Solok Selatan
|
344,307
|
3,434,744
|
10.0%
|
3
|
Kab. Dharmasraya
|
645,540
|
8,433,540
|
7.7%
|
4
|
Kab. Solok
|
574,957
|
8,510,117
|
6.8%
|
5
|
Kab. Pasaman Barat
|
842,800
|
12,795,020
|
6.6%
|
6
|
Kab. Agam
|
968,789
|
16,520,890
|
5.9%
|
7
|
Kab. 50 Kota
|
655,260
|
12,627,320
|
5.2%
|
8
|
Kab. Sijunjung
|
342,900
|
7,721,367
|
4.4%
|
9
|
Kota Payakumbuh
|
206,970
|
4,983,380
|
4.2%
|
10
|
Kota Pariaman
|
142,840
|
4,004,360
|
3.6%
|
Sumber : Data Diolah dari Publikasi PDRB (ADHK) Menurut Pengeluaran Kab/Kota se-Sumbar Tahun 2016.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar