Renstra OPD : Cascading dan Alignment




Rendahnya akuntabilitas kinerja Kabupaten / Kota,  merupakan resultan dari rendahnya akuntabilitas kinerja OPD di daerah tersebut.   Kementerian PAN-RB telah merilis  beberapa penyebab rendahnya akuntabilitas daerah  antara lain disebabkan  tujuan / sasaran yang ditetapkan tidak berorientasi pada hasil serta ukuran keberhasilan tidak jelas dan terukur.  (http://www.valora.co.id/berita/6476/akuntabilitas-rendah-asman-abnur-picu-pembrosan-rp392,87 trilitun.html#sthas.mabpIEUs.dpuf).   
Untuk mengatasi tantangan tersebut,  maka dilakukan berbagai revisi terhadap dokumen perencanaan  termasuk  Renstra   OPD.   IKU (Indikator Kinerja Utama) salah satu komponen yang menjadi target revisi, namun dalam penyusunan IKU tersebut, belum semua OPD  mampu menunjukan adanya cascading  dan  alignment.  Kelemahan OPD dalam melakukan  cascading dan alignment, tidak hanya  mempengaruhi capaian nilai akuntabilitas kinerja, namun juga  dapat  ditafsirkan sebagai bentuk inefisiensi dalam menetapkan program dan kegiatan
Cascading  sering didefinisikan  sebagai suatu proses penjabaran dan penyelarasan Sasaran Strategis (SS), Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Targetnya dari  level organisasi /unit organisasi yang lebih tinggi ke level organisasi/unit setingkat lebih rendah (secara berjenjang).   Dalam beberapa literatur, cascading disebut juga vertical alignment.  Metode cascading  didesain  untuk  menghubungkan Sasaran Strategis (SS) dan IKU beserta Targetnya,  dari tingkat organisasi  tertinggi  dengan tingkat dibawahnya hingga ke tingkat pegawai.    Namun  sebagian  ahlinya pendapat, cascading  sudah  cukup  sampai  pada tingkatan eselonering terendah.
Sebagai ilustrasi, dalam RPJMD terdapat SS “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, dan  IKU “Pertumbuhan ekonomi” dengan  target sebesar 6%.    Mempedomani  struktur ekonomi daerah tersebut ditetapkan 2 (dua) lapangan usaha sebagai sumber pertumbuhan yaitu Pertanian (distribusinya 50 %) dan  Perdagangan (distribusinya  25%), dan PDRB (ADHK) tahun sebelumnya sebesar Rp.200 T.   Selanjutnya  OPD Pertanian  melakukan cascading  sehingga menghasilkan   SS  “Meningkatkan poduktivitas  lahan sawah ” dan IKU “Meningkatkan produksi padi sawah” dengan target 5,4 %.   Sedangkan OPD Perdagangan, meng-cascading menjadi  SS “Meningkatkan kesejahteraan pedagang”, dengan  IKU “ Meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan “ dengan target IKU sebesar 9%.  Kedua OPD telah melakukan cascading,  namun  OPD Perdagangan,  lebih berhasil dibandingkan OPD Pertanian, karena OPD Perdagangan telah melakukan penjabaran setingkat ke bawah.   Sementara OPD pertanian, melakukan penjabaran setara dua s/d tiga tingkat kebawah (level Bidang atau Sub-Bidang).
Secara umum proses cascading dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode langsung (direct method) dan metode tidak langsung (indirect metode).  Metode langsung dilakukan  dengan  menjadikan SS dan IKU organisasi diatasnya sebagai SS dan IKU organisasi yang bersangkutan.   Dengan demikian  makna  (definisi) maupun penyebutan (penamaan) SS dan IKU adalah sama pada kedua organisasi / unit tersebut.  Begitu juga dengan target capaian IKU harus sama,  baik dalam besaran target, periode pelaporan, maupun satuan pengukurannya.  Misalnya dalam RPJMD, terdapat SS “Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan IKU “meningkatnya harapan hidup 3% (dari 68,0 tahun menjadi 70,4 tahun), maka Dinas Kesehatan dapat memakai secara langsung SS dan IKU dari RPJMD tersebut, sepanjang hanya dinas kesehatan yang menyelenggarakan   urusan kesehatan.  Begitu juga SS dan IKU OPD, dapat digunakan secara langsung oleh Bidang/ Bagian, sepanjang hanya satu bidang saja yang menyelenggarakan sub-urusan terkait.
Selanjutnya, metode tidak langsung (indirect method), dimana  penyusunan SS dan IKU pada suatu OPD/Bagian/unit dilakukan dengan mengembangkan SS dan IKU pada tingkat organisasi yang lebih tinggi dengan mengacu pada tugas, fungsi dan ruang lingkup unit yang bersangkutan.  Seluruh target capaian IKU pada tingkat organisasi yang lebih tinggi diturunkan (dibagi habis) ke unit di bawahnya sesuai dengan proporsi masing-masing unit.  Metode penamaan SS dan IKU dalam indirect method adalah (a) Penamaan IKU sama jika ruang lingkupnya hanya dibedakan atas  wilayah kerja;  (b). Penamaan IKU berbeda jika ruang lingkupnya dapat dibedakan berdasarkan sektor.
Selain cascading,  dalam penyusunan SS, IKU dan Targetnya  juga  dibutuhkan adanya  horizontal alignment (sering disebut aligment) yaitu proses  penyelarasan  SS, IKU  dan targetnya  antar OPD / Bagian / unit-unit  yang setingkat.   Dalam  level daerah,  perlu keselarasan SS, IKU beserta targetnya  antar OPD-OPD yang memiliki keterkaitan.  Selanjutnya pada tingkatan  OPD,  perlu keselarasan antar Bidang / Bagian, atau antar sub bidang –  sub bidang dalam suatu bidang,  dan lain-lainnya.    
Sebagai ilustrasi, melanjutkan contoh diatas, ketika cascading OPD Pertanian “belum tepat”, maka  SS, IKU dan targetnya tersebut “tidak selaras secara horizontal” dengan SS, IKU dan target pada OPD Perdagangan.   Hal tersebut akan menyulitkan penyusun LAKIP daerah,  karena sulit dikonsolidasi menjadi SS, IKU dan target pada level Daerah.   Sekiranya  OPD Pertanian membuat SS “Meningkatkan kesejahteraan petani”, dengan IKU “Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian”, dengan target 7,5% (dari Rp.100 T menjadi Rp.107,5 T).   Jika pada akhir tahun, kedua OPD mencapai  targetnya masing-masing ( 100 %) maka telah terjadi tambahan PDRB (ADHK) sebesar Rp. 12 T (OPD Perdagangan sekitar Rp.4,5 T dan OPD Pertanian sekitar Rp.7,5 T)  atau sekitar 6% ( (Rp.12 T / Rp.200 T) X 100%), dimana sektor lain (sekitar 25% ) diasumsikan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti.
Dalam literature, proses cascading dan alignment dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara bersamaan (simultan) dan secara berurutan (sekuensial).  Dalam pelaksanaannya kedua proses tersebut sulit dipisahkan, apakah murni dilakukan secara bersamaan(simultan) atau secara berurutan (sekuensial).  Proses secara simultan, diantaranya dapat dilakukan saat  penyusunan RPJMD  yaitu Tahapan Penyusunan Rancangan RPJMD, Sub-Tahapan Verifikasi dan Integrasi Renstra OPD  kedalam  RPJMD (Lampiran III Permendagri 54 tahun 2010). Perumusan secara sekuensial (berurutan), dapat dilakukan diantaranya pada tahapan penyusunan Rancangan Renstra OPD, sebelum Renstra OPD menjadi bahan Penyusunan Rancangan RPJMD.
Setelah  cascading dan alignment maka terbangunlah  pohon kinerja pada level daerah, dan level OPD.   Dalam tataran konsep anggaran berbasis kinerja,  pohon kinerja tersebut akan menjadi dasar mengusulkan atau menyusun Program dan Kegiatan.   Bukan sebaliknya, Program dan Kegiatan yang disusun lebih dahulu, kemudian baru dicarikan kinerjanya dan dihubung-hubungkan menjadi seperti pohon kinerja.  Secara parsial  (dalam satu  OPD) mungkin terlihat “mirip”,  tetapi  akan mengalami ketimpangan ketika menyusun pengukuran dan pelaporan kinerja daerah (LAKIP Pemda-nya). (Dari Berbagai Sumber).

Baca Juga :  Renstra OPD : Penentu Awal Akuntabilitas Kinerja Pemda (http://palantabirokrasi.blogspot.co.id/2017/08/renstra-opd-penentu-awal-akuntabilitas.html)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar