Tahun Anggaran 2018, sebagian Pemerintah Daerah akan memulai
penerapan kebijakan-kebijakan baru dalam pengelolaan pembangunan daerah,
seperti dalam perencanaan pembangunan daerah terdapat implementasi e-Planning. Penerapan
e-Planning sebagai upaya perumusan rencana pembangunan daerah secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Keberhasilan e-planning dalam meningkatkan kualitas perencanaan daerah sangat
tergantung minimal kepada : Pertama
: Kualitas pengendalian yang terbangun dalam
setiap tahapan / proses penyusunan perencanaan dimiliki (proses bisnis dari perencanaan, mulai dari Organisasi Perangkat Daerah
sebagai pengusul awal sampai dengan SOPD yang memiliki tugas dan fungsi sebagai perencana
pembangunan di daerah).
Implementasi dari pengendalian tersebut
(dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017) bernaung dalam aktivitas seperti verifikasi, analisis, proyeksi, dll.
Kedua : Keberhasilan dalam
mentranformasikan proses bisnis dari perencanaan yang handal tersebut secara komprehensif dan akurat kedalam aplikasi e-planning yang dibangun. Semakin optimal kedua proses tersebut,
maka semakin optimal e-planning
dalam menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang handal.
Sebagai ilustrasi, dapat pada tahapan verifikasi Renja (Rencana Kerja) SOPD dalam
penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Verifikasi Renja merupakan sebuah proses administrasi
negara (yang menghasilkan Keputusan /
Tindakan), maka seyogyanya aktivitas tersebut telah memiliki SOP yang antara
lain memuat kriteria-kriteria bagaimana Tindakan/Keputusan diambil. Semakin
komprehensif kriteria-kriteria yang dipakai, maka semakin baik kualitas
pengendalian proses verifikasi. Seyognyanya digunakan kriteria-kriteria yang dapat menggambarkan setiap tujuan
perumusan pembangunan daerah, seperti efisiensi, efektivitas, keterukuran, dan
lain-lain sebagainya. Selanjutnya kriteria-kriteria verifikasi
tersebut ditransformasikan ke dalam aplikasi
e-planning, maka
aplikasi tersebut akan menghasilkan
Renja SOPD yang selaras dengan Rancangan Awal RKPD dalam berbagai dimensi
kualitas. Sebaliknya jika kriteria yang digunakan hanya alokasi dana dan judul Program/ Kegiatan, maka
output dari e-planning sulit untuk
memenuhi karakteristik-krakteristik yang menggambarkan rumusan rencana pembangunan yang efisien, efektif,
terukur, dan lain-lainnya.
Dalam kondisi demikian, kehadiran Reviu
Dokumen Perencanaan oleh APIP mungkin dapat membantu dalam mengisi kekosongan /
kelemahan-kelemahan dari aplikasi e-Planning. Namun
hasil reviu yang diselenggarakan secara manual / konvensional, berpotensi
“terabaikan”, karena tanpa menindaklanjuti rekomendasi reviu, Renja SOPD tetap
lolos dalam aplikasi e-planning dan akhirnya menjadi bagian dari RKPD.
Kebijakan pengawasan pada tahun 2018
(Permendagri Nomor 110 tahun 2017), telah memuat sasaran pengawasan terkait “kepatuhan
entitas terhadap hasil reviu dokumen perencanaan dan penganggaran”. Apabila
suatu daerah dapat bersepakat untuk mencapai sasaran kebijakan pengawasan
tersebut, maka dapat mengembangkan aplikasi e-Reviu yang mampu “mengunci” Program/Kegiatan dalam Renja SOPD yang belum
selaras dengan Rancangan Awal RKPD, sehingga “tertunda” menjadi bagian dari
RKPD, sampai rekomendasi hasil reviu ditindaklanjuti (diperbaiki sesuai
rekomendasi reviu).