ICOR (Incremental Capital Output Rasio) sering didefinisikan sebagai suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Kemudian dalam perkembangannya, nilai ICOR (tinggi atau rendahnya) juga digunakan untuk mengestimasi efisiensi perekonomian suatu kawasan secara agregatif. Semakin tinggi nilai ICOR semakin tidak efisien perekonomian suatu kawasan / daerah, dan bahkan sering diinterprestasikan bahwa penggunaan anggaran belanja pemerintah belum mampu mendorong untuk menghasilkan output yang optimal (produktivitasnya rendah).
Perkembangan tersebut, dimulai pada penghujung tahun 1993, ketika Prof, Dr, Sumitro Djojohadikusumo, yang dikenal sebagai Begawan ekonomi makro Indonesia, pernah menyampaikan analisisnya, bahwa dana pembangunan negeri ini telah mengalami kebocoran hingga 30%, Dengan kata lain terjadi pemborosan dalam pembiayaan pembangunan, Nilai tersebut tercermin dari ICOR yang pada waktu itu sebesar 4,9 atau 5, Dasar perhitungan beliau adalah ICOR rata-rata negara ASEAN sekitar 3,5, Dengan demikian terjadi selisih ICOR Indonesia lebih besar 1,5 dibanding rata-rata negara ASEAN, Sedangkan besarnya pemborosan (kebocoran) adalah 1,5/5 x 100% = 30% (Mahmud, M,F, 2008, https://media,neliti,com/media/publications/5894-ID-incremental-capital-output-ratio-barometer-efisiensi-perekonomian-nasional,pdf)
Kondisi saat ini, kita sudah dengan mudah untuk mengestimasi nilai ICOR pada Daerah / Kabupaten, karena secara umum BPS Kabupaten / Kota sudah menyediakan data yang dibutuhkan untuk mengestimasi nilai ICOR di daerah. Data-data tersebut sudah tersedia dalam Publikasi PDRB menurut Pengeluaran yang terbit setiap tahun (sekitar bulan Agustus). Bahkan pada beberapa BPS Kabupaten / Kota, nilai ICOR sudah dimuat secara langsung dalam Publikasinya. Apabila Publikasi PDRB menurut Pengeluaran Kabupaten / Kota belum menyajikan hasil perhitungan ICOR, maka ICOR pada suatu daerah dapat dihitung dengan menggunakan data-data PMTB ADHK (Pembentukan Modal Tetap Bruto atas dasar harga konstan) dan data-data PDRB ADHK. Data PMTB ADHK tahun tertentu dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya tambahan modal (kapital), sedangkan kenaikan PDRB ADHK pada tahun tertentu dapat digunakan mengestimasi tambahan output.
Hasil estimasi ICOR Kabupaten / Kota se Sumatera Barat berdasarkan data PMTB ADHK dan PDRB ADHK pada tahun 2016 mengindikasikan bahwa nilai rata-rata ICOR Kabupaten (5,80) lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata nilai ICOR Kota (5,01). Dengan demikian, pada daerah Kabupaten dibutuhkan tambahan modal sekitar 5,8 satuan untuk menambah 1 (satu) satuan output. Sementara di daerah Kota hanya dibutuhkan sekitar 5,01 satuan tambahan modal untuk memperoleh tambahan 1 (satu) satuan output. Selanjutnya peningkatan rata-rata nilai ICOR (dari tahun 2013 ke tahun 2016) pada daerah Kabupaten lebih tinggi (sekitar 9,9 %) bila dibandingkan dengan peningkatan rata-rata nilai ICOR Kota sekitar 2,8 %. Tabel 1.
Keunggulan daerah Kabupaten dalam hal sumberdaya alam (lahan, bahan baku) belum mampu mewujudkan biaya investasi yang lebih rendah dalam berproduksi, jika dibandingkan dengan daerah Kota yang secara umum memiliki keunggulan sumberdaya manusia, teknologi dan pasar. Kabupaten yang ingin menekan nilai ICOR harus “berlari” mengejar ketertinggalan dalam SDM, teknologi dan pasar serta melakukan inovasi-inovasi dalam menekan biaya investasi di daerahnya.
Tabel. 1. Perkembangan ICOR Kab / Kota se-Sumbar Tahun 2016 | ||||
No
|
Kabupaten / Kota
|
ICOR
|
% Peningkatan
| |
2013
|
2016
| |||
1
|
Kab. Pasaman
|
5.712
|
6.239
|
9.2%
|
2
|
Kab. Dharmasraya
|
4.671
|
5.381
|
15.2%
|
3
|
Kab. Tanah Datar
|
5.418
|
6.084
|
12.3%
|
4
|
Kab. Padang Pariaman
|
5.302
|
5.727
|
8.0%
|
5
|
Kab. Agam
|
5.134
|
5.563
|
8.3%
|
6
|
Kab. Pesisir Selatan
|
5.517
|
5.922
|
7.3%
|
7
|
Kab. Pasaman Barat
|
4.939
|
5.527
|
11.9%
|
8
|
Kab. Mentawai
|
5.852
|
6.575
|
12.4%
|
9
|
Kab. Solok Selatan
|
4.856
|
5.611
|
15.5%
|
10
|
Kab. Solok
|
5.816
|
5.894
|
1.3%
|
11
|
Kab. Sijunjung
|
5.513
|
6.157
|
11.7%
|
12
|
Kab. 50 Kota
|
5.124
|
5.775
|
12.7%
|
Rata-rata Kabupaten
|
5.280
|
5.800
|
9.9%
| |
13
|
Kota Pariaman
|
4.917
|
5.136
|
4.5%
|
14
|
Kota Sawahlunto
|
4.392
|
4.472
|
1.8%
|
15
|
Kota Padang Panjang
|
5.279
|
5.669
|
7.4%
|
16
|
Kota Payakumbuh
|
4.649
|
4.784
|
2.9%
|
17
|
Kota Solok
|
4.710
|
4.850
|
3.0%
|
18
|
Kota Bukittinggi
|
4.686
|
4.688
|
0.0%
|
19
|
Kota Padang
|
4.933
|
5.070
|
2.8%
|
Rata-rata Kota
|
4.873
|
5.009
|
2.8%
| |
Rata-rata Kab & Kota
|
5.121
|
5.475
|
6.9%
| |
Sumber : data diolah dari Publikasi BPS PDRB Menurut Pengeluaran Kab / Kota Se-Sumatera Barat Tahun 2010-2016
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar