Hasil
penelitian Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah (BPP Kemendagri)
terkait Implementasi Restrukturisasi Program dan Kegiatan Berbasis money follow program di beberapa daerah, menyimpulkan antara lain : adanya hasil yang positif (seperti lebih cepat
dan lebih efisien), meskipun masih bervariasi tergantung persepsi masing-masing
daerah. Peneliti BPP juga berkesimpulan
bahwa faktor yang menjadi kendala dalam implementasi restruktuisasi, antara
lain : (1) Substansi kebijakan dan perilaku pelaksana yang belum dapat
berkomitmen kuat; (2) Interaksi jejaring kerja dan partisipasi kelompok sasaran
yang belum optimal. (http://litbang.kemendagri.go.id/).
Permasalahan
terkait substansi kebijakan, seperti dilansir Peneliti BPP Kemendagri tersebut,
diantaranya belum adanya penyesuaian (revisi) peraturan perundang-undangan
terkait perencanaan dan penganggaran terdahulu (memakai prinsip money follow function), seperti Permendagri
Nomor 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Persoalan
substansi kebijakan, juga dapat “berkembang” ke arah luar kebijakan-kebijakan
dalam perencanaan dan penganggaran, seperti kesesuaian pembentukan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) dengan program prioritas kepala daerah terpilih serta program
prioritas nasional. OPD-OPD yang
memiliki unit-unit / bagian-bagian yang menyelenggarakan suatu sub-fungsi / fungsi
yang tidak termasuk prioritas
pembangunan, tentunya harus
merestrukturisasi kegiatan / program sesuai konsep money follow program. Tanpa restrukturisasi kegiatan /
program (sesuai prinsip money follow program) maka seyogyanya kegiatan / program pada unit-unit /
bagian-bagian tersebut tidak memperoleh alokasi anggaran.
Kondisi demikian merupakan sebuah persoalan yang “dilematis” bagi perencana. Apabila terdapat unit-unit / bagian-bagian yang secara
struktural maupun fungsional telah diisi oleh pejabat / pegawai, tetapi tidak memperoleh alokasi anggaran,
maka berpotensi menjadi sumber-sumber inefisensi dan
inefektivitas organisasi. Sebaliknya
jika unit-unit / bagian-bagian tetap memperoleh alokasi anggaran, berarti pengganggaran masih menerapkan prinsip
money follow function, yang
disinyalir memiliki kelemahan, sehingga pembangunan daerah menjadi belum fokus.
Persoalan substansi kebijakan, kadangkala berkolaborasi
dengan perilaku pelaksana yang belum berkomitmen kuat untuk melakukan
restruikturisasi kegiatan / program, dengan berbagai alasan, termasuk alasan
belum adanya dasar hukum yang “kuat”. Meskipun
demikian, cukup banyak daerah yang mampu
keluar dari persoalan substansi kebijakan tersebut, dan menjadi daerah yang mendapat “apresiasi” di level nasional. Daerah-daerah
yang mampu mengatasi kendala-kendala tersebut, memiliki satu karakteristik yang sama yaitu melakukan
inovasi dan konsolidasi dalam perencanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar