Berdasarkan data implementasi
SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Tahun 2016, terdapat potensi
inefisiensi dan inefektifitas sekitar Rp.392.87 T. Jumlah
tersebut sekitar 30 % dari dana
APBN/APBD diluar belanja pegawai. Setiap
tahun Kementerian PAN-RB melakukan evaluasi implementasi SAKIP, melalui LAKIP (Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) yang telah disusun oleh K/L dan
Pemerintah Daerah. Khusus hasil
evaluasi terhadap LAKIP Kabupaten / Kota, diperoleh nilai rata-rata 49,87
poin atau berklasifikasi C. (http://www.valora.co.id/berita/6476/akuntabilitas-rendah-asman-abnur-picu-pembrosan-rp392,87
trilitun.html#sthas.mabpIEUs.dpuf).
Apabila
kita mempelajari, instrumen-instrumen dalam evaluasi
LAKIP (sesuai dengan Permen PAN-RB Nomor 20 Tahun 2013), aspek perencanaan
merupakan salah satu komponen penilaian, sedangkan Renstra
OPD merupakan sub-komponen penilaian
dengan proporsi sekitar 12,5 %.
Jumlah tersebut relatif rendah, dan
sering terabaikan oleh OPD (Organisasi
Perangkat Daerah), sehingga penyusunan Renstra
“sekedar untuk memenuhi syarat saja atau yang penting ada”, namun aspek kualitas dan implementasinya tertinggal.
Renstra
sebagai produk dokumen perencanaan,
memang memiliki bobot penilaian
akuntabilitas relatif rendah,
tetapi secara substansi keberadaannya akan sangat menentukan penilaian
terhadap komponen, atau sub-komponen terkait lainnya.
Jika Kualitas Renstra tidak
maksimal, maka secara tidak langsung akan “sulit memaksimalkan ” capaian nilai
pada komponen atau sub-komponen lainnya.
Kualitas renstra minimal mempengaruhi 4 sub-komponen penilaian yaitu Kualitas
Rencana Kinerja Tahunan (proporsinya sekitar 11,5%), Kualitas Pengukuran Kinerja (proporsinya
sekitar 10 %), Penyajian Informasi Kinerja
(proporsinya sekitar 8 %), serta Kinerja Yang Dilaporkan Dalam Bentuk Outcome (proporsinya sekitar 5 %). Jadi secara kumulatif, dari 4 sub komponen
penilaian lain yang akan dipengaruhi secara tidak langsung memiliki berbobot sekitar
34,5 %.
Selanjutnya,
dari segi Implementasi Renstra, juga minimal akan mempengaruhi sub-komponen
penilaian Implementasi Perencanaan Kinerja Tahunan (proporsi sekitar 6,75 %)
dan sub-komponen Implementasi Pengukuran
(proporsinya sekitar 6%) dan Pemanfaatan Informasi Kinerja (proporsinya
sekitar 4 %). Jadi secara kumulatif, dari tiga sub-komponen yang akan dipengaruhi secara
tidak langsung berbobot sekitar 16,75 %.
Jika
ditotalitas, pengaruh secara tidak
langsung dari kualitas renstra dan implementasintanya terhadap sub komponen
penilaian lainnya sekitar 51,25 %.
Dengan kata lain, maka peluang memperoleh nilai maksimal hanya sekitar
48,75 % (100 % dikurangi 51,25 %), jika
kualitas Renstra mendekati nol (nihil) dan implementasinya juga mendekati nol
(nihil).
Sebagaimana dirilis Valoranews,
empat persoalan utama yang menyebabkan rendahnya tingkat akuntabilitas
kabupaten / kota yaitu tujuan/sasaran
yang ditetapkan tidak berorientasi pada hasil, ukuran keberhasilan tidak jelas
dan terukur, program / kegiatan yang
ditetapkan tidak berkaitan dengan sasaran serta rincian kegiatan tidak sesuai
dengan maksud kegiatan. Persoalan pertama, kedua dan ketiga, dipicu oleh lemahnya kualitas Renstra OPD. Sedang persoalan yang ke-empat, diawali
oleh lemahnya implementasi Renstra. Peningkatan kualitas dan pengimplementasian Renstra OPD, suatu cara yang efektif dalam meningkatkan capaian akuntabilitas LAKIP Pemda. Baca Juga : Renstra OPD Berbasis
Money Follow Program, Mungkinkah : http://palantabirokrasi.blogspot.co.id/2017/08/renstra-opd-berbasis-money-follow.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar